Minggu, 17 April 2011


naurah99.blogspot/siapa_yang_salahSiapa yang salah jika semua orang ingin tampil. Apakah salah jika aku dan jiwa ini juga ingin tampil walau hanya sebagai belatung busuk yang tersisih, atau kecoa jamban yang selalu kotor bersama serpihan nista dan dosa. Kau pernah singgah disini, di hati dan jiwa ini saat semuanya baik baik saja. Bersama orang orang tercinta dan terkasih disetiap sudut lekukan hari ku, kau berikan aku satu alasan untuk bisa tersenyum walau hanya sesaat. Dan aku pernah ada bersama bahagia, namun kini hampa yang hanya kurasa. Sepi terus berbunyi disepanjang hari, walau sayup tapi menyakitkan hingga tiada tersisa. kau telah rajut dunia pemisah. Ya … dunia pemisah antara aku dan kau, antara aku dan orang orang tercinta yang ada disetiap rongga dada. Perlahan dengan pasti semuanya hilang, semuanya bersama segala kebencian yang telah terhunus. Saat ini kau bagaikan terali dengan besi besi besar yang beraroma karat, yang siap menjerat kapan saja kau mau. Kau mungkin masih ada disini, tapi untuk yang lain bukan untuk ku. Malam semakin menunjukkan langkahnya. Hening melarutkan suasana dengan sekejap. Satu jam sudah aku berorasi sendiri dengan atribut golongan kaum yang tersisih. Gulita pun terperanggah bersama gelapnya ketika itu. Bias bulan yang mengintip dibalik rindang dedaunan juga ikut meredup. Hanya kerlip bintang disana yang masih mau melemparkan senyuman kecil ketika mendengar kesaksian ku yang terdendang. Aku yang ternyata ada diketinggian sebuah gedung tua di kota mati berlantai tiga belas. Bagai binatang jalang aku harus mengendus tajam bau amis kebusukan rasa. Hidung sangatlah enggan mencari udara bersih di panggung sandiwara ini. Aku dan kehidupan ku, hidup yang harus bertahan diantara kecupan dan dekapan lelaki hidung belang. Disaat kenikmatan syahwat datang, ketika rasa takut itu hilang, disaat tubuh telah terlacur, ketika akhirnya batinpun harus hancur. Ketika tersadar saat itu serigala jantan telah menergap dan menjilati setiap lekukan tubuh ku dengan sangat menjijikan. 00.30 WIB adalah sebuah waktu yang enggan berdusta tentang apa yang telah terjadi pada malam itu. Satu hati yang tercekik telah teriak. Satu jiwa yang terpuruk semakin ambruk. Satu batin yang terkoyak akan berontak, tapi kepada siapa ? Tuhan kah ? Ternyata pembebasan pikiran akan segala hal, hanya memenjarakan manusia pada jalan panjang yang tak berujung. Karena tanpa disadari kita pun yang katanya manusia, tidak akan pernah tahu kapan batas akhir dari sebuah kehidupan ini untuk menarik nafas. Pagi itu di sudut kamar berjendela kaca, aku dapat berfikir tentang apa saja. Tentang kerinduan, tentang kepercayaan dan juga tentang airmata. Bias sinar mentari yang terpental keluar menembus jendela kaca itu, tak mampu sadarkan ku dari rasa sakit yang telah lama menggerogoti jiwa ini yang separuh rapuh. Namun saat kemarin ketika aku berdiri di ujung bukit berduri, aku masih menyaksikan senja yang masih merah. Tapi aku bersama sunyi juga sepi telah sepakat dan berjanji bahwa tak akan ada lagi ruang dari segala ruang pada hati ini, untuk kepalsuan yang dulu ternyata pernah lama terajut disini. Waktu itu aku hanya berkata “ Iya tidak apa apa “ saat racun cinta mu yang sangat hebat dan sadis dengan sekejap telah membutakan aku untuk segera terbang dan terbuai lalu menari diatas airmata ku sendiri. Itu semua sangat perih dan menyayat hati. Kau ikat aku ke masa silam, dan kau buat aku layaknya peri putih dari telaga jiwa yang bertahun tahun hidupnya hanya berteman kesendirian dan kepedihan. Itu semua karena pedang penghianatan yang kau persembahkan untuk ku. Pedang penghianatan itu masih terlalu sangat tajam dan aku tak kuasa menahan perih dari setiap sayatannya. Apakah ini segumpal emosi yang telah lama membuat satu kesatuan yang utuh dan membuat perlawanan ? apakah ini hanya secuil gejala bingung tapi berbahaya dan bisa mematikan ? Apakah ini akhir dari segala pengorbanan yang mencoba untuk pasrah dan memanjakan diri dalam kesedihan yang berlarut larut ? Ketika ku bertanya dalam pengab yang membekap dan akhirnya ku mengetahuinya, ternyata jiwa ini benar benar telah rapuh dan bukan separuh lagi tapi sepenuhnya. Iya sepenuhnya … semuanya. Dua pilihan yang sangat sulit dan anehnya aku seperti mati rasa. Semua terasa panas dan sesak. Begitu juga jiwa dan hati ini. Sejenak ku terdiam di depan cermin kamar. Aku coba paksakan wajah ini tertatap cermin kamar yang sedikit ada retakan. “ Cukup menarikkah aku untuk bisa memainkan bibirku lalu membingkai senyuman ? “ Namun yang tersirat masih senyum kesakitan, hingga kembali kulahirkan tetesan air yang keluar dari kelopak mata ini. Mata yang masih menantikan tatapan indah satu ketulusan rasa. Takut … Itu kata yang sangat tepat untuk mewakilkan perasaan hati ini. Kembali untuk segera merangkul purnama saat malam tiba lebih baik dilupakan saja. Dan jangan lagi menghitung bintang yang bersinar dalam bayangan kelam, apalagi sangat berharap ada satu bintang yang jatuh dikeremangan malam yang menurut ku sangat jahanam. Lebih baik kumanjakan saja tubuh ku di atas ranjang yang menjadi saksi kepiluan ini. Aku coba pejamkan mata dengan selimut harapan. Perlahan kurebahkan di atas kesetiaan tanpa kebahagiaan. Kebahagiaan yang belum pernah terjamah disini, karena sampai detik inipun aku tidak pernah mengerti akan arti kebahagiaan itu. Semua hanya bongkahan semu yang tertata rapi dan bersih. Saat ini, mendekap erat kenyataan mungkin lebih baik. Dan mencoba merasakan apa yang sebenarnya terasa di hati itu lebih baik lagi, bukan mungkin ...

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Blogger Templates

SELAMAT DATANG...di Naurah Cosmitics

Selamat bergabung dengan Naurah Cosmetics

Naurah Cosmetics

Kecantikan merupakan hal penting dan pertama yang butuh perawatan,perlakuan lebih,tidak dengan alasan lain namun untuk mensyukuri kemurahan Tuhan.

Naurah